0

UNDANG-UNDANG NOMER 31 TAHUN 2009

(MANAJEMEN LINGKUNGAN)

1. Manajemen Lingkungan
Manajemen lingkungan adalah aspek-aspek dari keseluruhan fungsi manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan dan membawa pada implementasi kebijakan lingkungan. Pengertian lainnya yaitu Manajemen Lingkungan adalah suatu kerangka kerja yang dapat diintegrasikan ke dalam proses-proses bisnis yang ada untuk mengenal, mengukur, mengelola dan mengontrol dampak-dampak lingkungan secara efektif, dan oleh karenanya merupakan risiko-risiko lingkungan.

Menurut pengertian Stoner & Wankel (1986) manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. 

Menurut Terry (1982) manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pada intinya manajemen merupakan sekumpulan aktifitas yang baik disengaja (merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan) terkait dengan tujuan tertentu. Lingkungan menurut definisi umum yaitu segala sesuatu disekitar subyek manusia yang terkait dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal-hal yang terkait dengan: tanah, udara, air, sumber daya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu lingkungan adalah manusia. Jadi manajemen lingkungan dapat juga diartikan sebagai sekumpulan aktifitas untuk merencanakan, mengorganisasikan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan.


2.  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN, EKOLABEL, PRODUKSI BERSIH, DAN TEKNOLOGI BERWAWASAN LINGKUNGAN DI DAERAH MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan:
  1. Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan adalah pembuatan dan penggunaan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, dengan mengurangi penggunaan sumber daya alam, bahan beracun dan timbulan limbah serta pencemar sepanjang daur hidup produk dan jasa.
  2. Sistem manajemen lingkungan adalah bagian sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan lingkungan dan mengelola aspek lingkungannya.
  3. Ekolabel adalah label lingkungan yang berupa pernyataan atau tanda yang menunjukkan keunggulan suatu produk dalam memberikan manfaat terhadap perlindungan lingkungan.
  4. Produksi bersih adalah strategi pengelolaan yang bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan.
  5. Teknologi berwawasan lingkungan adalah teknologi yang diterapkan pada suatu kegiatan terkait dengan proses, produk dan jasa sehingga dapat mengurangi dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
  6. Pihak penerap adalah para pihak yang melaksanakan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih dan teknologi berwawasan lingkungan, yang dapat mencakup pengelola usaha/kegiatan baik di kalangan lembaga pemerintah daerah, industri, lembaga pendidikan, dan lembaga kemasyarakatan.
  7. Pemangku kepentingan adalah para pihak perorangan atau organisasi yang memberikan perhatian terhadap atau kegiatannya terkait dengan penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih dan teknologi berwawasan lingkungan oleh pihak penerap.
  8. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
Ruang lingkup yang diatur dalam peraturan Menteri ini meliputi:
  1. Penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan;
  2. Pembinaan penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan;
  3. Pengawasan penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan;
  4. Evaluasi pembinaan dan pengawasan; dan
  5. Tindaklanjut evaluasi pembinaan dan pengawasan.

BAB II
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN, EKOLABEL,PRODUKSI BERSIH, DAN TEKNOLOGI BERWAWASAN LINGKUNGAN

Pasal 3

(1) Menteri menetapkan kebijakan dalam penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan masukan dari pemangku kepentingan secara nasional.

(2) Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan di daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


BAB III
PEMBINAAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN, EKOLABEL, PRODUKSI BERSIH, DAN TEKNOLOGI BERWAWASAN LINGKUNGAN

Pasal 4
Menteri melaksanakan pembinaan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan melalui:
  1. Penyediaan sumber informasi yang mutakhir mengenai sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan serta pedoman penerapannya.
  2. Pemberian panduan teknis tatacara pengawasan dan evaluasinya.
  3. Bimbingan teknis kepada pemerintah daerah provinsi.

Pasal 5
Gubernur melaksanakan pembinaan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan melalui:
  1. penyediaan layanan informasi yang mutakhir mengenai sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan serta pedoman penerapannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
  2. bimbingan teknis kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.

Pasal 6
(1) Gubernur dan/atau bupati/walikota melaksanakan pembinaan kepada pihak penerap melalui:
  • sosialisasi; dan
  • layanan informasi
(2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 7
(1) Sosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan hasil inventarisasi calon pihak penerap sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan.
(2) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar dalam penyiapan materi sosialisasi.
(3) Materi sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. paket informasi baku yang disediakan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dengan mencantumkan sumber bahan; dan
b. materi tambahan tentang program kegiatan pemerintah daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota yang terkait.
(4) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
a. langsung melalui seminar atau rapat kerja; atau
b. tidak langsung melalui surat edaran yang dilengkapi dengan materi sosialisasi.

Pasal 8
(1) Sosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan bimbingan teknis sesuai kebutuhan.
(2) Pelaksanaan bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari program kegiatan pemerintah daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota dan/atau berdasarkan permintaan dari pihak penerap.
(3) Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh personil yang memenuhi persyaratan:
a. memiliki pengetahuan teknis dan/atau pengalaman kerja tentang substansi materi bimbingan teknis; dan
b. menguasai metodologi pengajaran dan keterampilan menyampaikan materi bimbingan teknis.
(4) Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui lokakarya atau pelatihan.

Pasal 9
(1) Layanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b merupakan bagian dari program kegiatan pemerintah daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota dan/atau berdasarkan permintaan dari pihak penerap dan/atau pemangku kepentingan.
(2) Layanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui:
a. media elektronik; atau
b. media cetak.
(3) Layanan informasi melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib memenuhi kriteria:
a. memiliki koneksi dengan layanan sumber informasi yang disediakan oleh Menteri dan/atau pemerintah daerah provinsi.
b. kemutakhiran informasi dan koneksi dalam layanan informasi tetap terjaga.

BAB IV
PENGAWASAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN, EKOLABEL, PRODUKSI BERSIH, DAN TEKNOLOGI BERWAWASAN LINGKUNGAN

Pasal 10
(1) Gubernur dan/atau bupati/walikota melaksanakan pengawasan terhadap pemenuhan pihak penerap atas pedoman penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada pihak penerap melalui:
a. pengawasan langsung;
b. pengawasan secara tidak langsung; dan/atau
c. penanganan pengaduan.
(3) Pengawasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh personil yang memiliki pengetahuan teknis dan/atau pengalaman kerja tentang substansi sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih dan teknologi berwawasan lingkungan, serta penerapannya, dengan merujuk pada:
a. sumber informasi yang disediakan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a.
b. layanan informasi yang disediakan oleh pemerintah daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a.
c. bimbingan teknis oleh pemerintah daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b.
(4) Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan melalui:
a. pengumpulan informasi dari pihak penerap; dan/atau
b. masukan dari para pemangku kepentingan.
(5) Penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan oleh personil yang memiliki pengetahuan teknis dan/atau pengalaman kerja tentang substansi sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan serta pedoman penerapannya, dengan merujuk pada:
a. sumber informasi yang telah disediakan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf a.
b. layanan informasi yang disediakan oleh pemerintah daerah provinsi sebagaimana di maksud dalam Pasal 5 huruf a.
c. bimbingan teknis oleh pemerintah daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b.

BAB V
EVALUASI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 11
(1) Bupati/walikota melaksanakan evaluasi terhadap kegiatan pembinaan dan pengawasan penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan yang dilaksanakan oleh penerap.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh bupati/walikota untuk menyusun rencana kegiatan pembinaan dan pengawasan kepada pihak penerap.
(3) Bupati/walikota menyampaikan laporan tahunan hasil evaluasi dan rencana kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada gubernur 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat minggu pertama bulan Januari tahun berikutnya.
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh gubernur untuk menyusun rencana kegiatan pembinaan kepada pemerintah kabupaten/kota.
(5) Gubernur menyampaikan laporan tahunan berupa rangkuman hasil evaluasi dan rencana kegiatan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Menteri 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat minggu pertama bulan Februari tahun berikutnya.

BAB VI
TINDAKLANJUT EVALUASI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 12
(1) Menteri merangkum dan mengkaji hasil rangkuman evaluasi dan rencana kegiatan lanjutan yang disampaikan oleh gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5).
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan oleh Menteri untuk:
a. memutakhirkan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, teknologi berwawasan lingkungan dan/atau pedoman penerapannya;
b. memberikan arahan kebijakan kepada gubernur dan/atau bupati/walikota paling lambat awal bulan April tahun berikutnya.
c. meningkatkan pembinaan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan.
(3) Dalam hal Menteri menilai bahwa pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota belum mencukupi atau terjadi ketidakselarasan dengan ketentuan yang berlaku secara nasional dan/atau ditetapkan oleh Menteri, Menteri menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
  1. Pengaruh penerapan sistem manajemen lingkungan terhadapkinerja keuangan perusahaan, Penerapan sistem manajemen lingkungan membutuhkan biaya untuk memastikan sistem tersebut berjalan dengan baik danberkesinambungan. Bagi sebagian besar perusahaan yang belum berpengalaman dalam menerapkan sistem ini, maka biaya yang diperlukan akan relative lebih besar dibandingkan perusahaan yang sudah berpengalaman dalam menerapkan sistem manajemen lingkungan kedalam tubuh perusahaannya. Hal ini didukung oleh riset yang dilakukan oleh Institut Teknologi Madras terhadap perusahaan manufaktur di India yang menunjukan bahwa perusahaan manufaktur yang berpengalaman dan benar-benar mengerti mengenai sistem manajemen lingkungan akan dapat menerapkan sistem tersebut dengan lebih efektif dan berkesinambungan sehingga dapat meraih benefit yang lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan manufaktur lain yang kurang berpengalaman. Yang mejadi permasalahan adalah, selain dapat membantu perusahaan untuk mencapai penghematan dalam biaya operasional, apakah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan memiliki hubungan yang negative terhadap kinerja keuangan perusahaan?. Dalam riset yang sama, institut teknologi madagaskar meneliti pengaruh biaya yang dikeluarkan oleh sepuluh perusahaan manufaktur untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan secara berkesinambungan, terhadap kinerja keuangan. Kinerja keuangan tersebut diwakilkan dengan rasio keuangan yang mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan seperti
  2. Price to earnings ratio
  3. Market to book ratio
  4. Return on invested capital
  5. Return on assets
  6. Profit margin
  7. Operating margin
  8. Beta

Dari hasil riset tersebut diambil kesimpulan bahwa besarnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan manufaktur dalam menerapkan sistem manajemen lingkungan tidak secara signifikan mengganggu profitability perusahaan tersebut.
0

Pengolahan Limbah Plastik Dengan Metode Daur Ulang (Recycle)

          
Bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat disertai bertambahnya aktivitas yang dilakukannya. Hal tersebut membuat bertambahnya juga buangan atau limbah dihasilkannya. Limbah/buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah domestik atau sampah.
Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak terlepas dari isu lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah. Dan bila limbah industri ini dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.
            Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Jenis limbah pada dasarnya memiliki dua bentuk yang umum yaitu; padat dan  cair, dengan tiga prinsip pengolahan dasar teknologi pengolahan limbah; Limbah dihasilkan pada umumnya akibat dari sebuah proses produksi yang keluar dalam bentuk %scrapt atau bahan baku yang memang sudah bisa terpakai. Dalam sebuah hukum ekologi menyatakan bahwa semua yang ada di dunia ini tidak ada yang gratis. Artinya alam sendiri mengeluarkan limbah akan tetapi limbah tersebut selalu dan akan dimanfaatkan oleh makhluk yang lain. Prinsip ini dikenal dengan prinsip Ekosistem (ekologi sistem) dimana makhluk hidup yang ada di dalam sebuah rantai pasok makanan akan menerima limbah sebagai bahan baku yang baru.
Limbah Plastik Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastic pun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket.
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang) Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Plastik Daur Ulang Sebagai Matrik. Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
0

HAK MEREK

A.          Pengertian Merek
         Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 diberikan suatu definisi tentang merek yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Selain itu ada juga beberapa pendapat dari para ahli mengenai merek, yaitu:
1.      H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., memberikan rumusan bahwa, Merek adalah sutau tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.
2.      Prof. R. Soekardono, S.H., mmeberikan rumusan bahwa, Merek adalah sebuah tanda (Jawa: siri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitas barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yangdibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.
3.      Essel R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan, merumuskan seraya memberikan komentar bahwa,Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang,secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-katadi dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seorang pengusaha ataudistributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lainmempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keasliantetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.
Berdasarkan pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan merek itusendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang diartikan dengan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis, juga sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
B.           Hak Atas Merek Sebagai Hak Kekayaan Intelektual
         Sama halnya dengan hak cipta dan paten serta hak atas kekayaan intelektual lainnya maka hak merek juga merupakan bagian dari hak atas intelektual. Selain dari alasan yang telah disebutkan pada bagian awal tulisan ini, maka khusus mengenai hak merek secara eksplisit disebut sebagai benda immateril dalam konsiderans UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UUM 2001) bagian menimbang butir a, yang berbunyi: Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratafikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dlam menjaga persaingan usaha yang sehat. Merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original.Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan jenis produk itu sendiri. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasaan saja bagi pembeli, benda materilnyalah yang dapat dinikmati.Merek itu sendiri ternyata hanya benda immaterial yang tak dapat memberikan apapun secara fisik, inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.
C.          Jenis-jenis Merek
         UUM Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 adalah merek dagang dan merek jasa. Jenis merek lainnya menurut Suryatin dibedakan berdasarkan bentuk dan wujudnya, antara lain yaitu:
1.      Merek Lukisan (Bell Mark).
2.      Merek Kata (World Mark).
3.      Merek Bentuk (Form Mark).
4.      Merek Bunyi-bunyian (Klank Mark).
5.      Merek Judul (Title Mark).
         Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu:
1.      Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja.
2.      Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidaktidaknya jarang sekali dipergunakan.
3.      Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali digunakan.
Lebih lanjut Prof. Soekardono, S.H., mengemukakan pendapatnya bahwa, tentangbentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa,melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:
1. Cara yang oleh siapapun mudah dapat dilihat (Beel Mark).
2. Merek dengan perkataan (World Mark).
3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dari merek perkataan.
Jenis merek lainnya yaitu :
1.        Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2.        Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3.        Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
D.     Fungsi
1.      Tanda Pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
2.      Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya.
3.      Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
4.      Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.
D.          Persyaratan Merek
         Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupunbadan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar merek itu dapat diterima dandipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus diepenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan kata lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuataan untuk membedakan barang hasil produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang ataujasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau jasayang diproduksi mejadi dapat dibedakan.Menurut pasal 5 UUM Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabilamengandung salah satu unsur di bawah ini.
G.     Pendaftaran Merek
Yang dapat mengajukan pendaftaran merek adalah :
1.      Orang (person)
2.      Badan Hukum (recht persoon)
3.      Beberapa orang atau badan hukum (pemilikan bersama)
         Fungsi Pendaftaran Merek:
1.      Sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan.
2.      Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis.
3.      Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenis.
Hal-hal yang Menyebabkan Suatu Merek Tidak Dapat di Daftarkan.
1.      Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.
2.      Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.
3.      Tidak memiliki daya pembeda.
4.      Telah menjadi milik umum.
5.      Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek).
Hal-hal yang menyebabkan suatu permohonan merek harus ditolak oleh Dirjen HKI:
1.      Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
2.      Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa.
3.      Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
4.      Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal;
5.      Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali ata persetujuan tertulis dari yang berhak;
6.      Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera atau lambang atau simbol atau emblem suatu negara atau lembaga nasional maupun internasional,kecuali atas persetujuan tertulis  dari pihak yang berwenang
7.      Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintahan, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
H.     Jangka Waktu dan Perpanjangan
         Jangka waktu untukuntuk perpanjangan hak merek mempunyai beberapa persyaratan. Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut ini:
1.      Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tersebut dapat diperpanjang.
2.      Permohonan perpanjangan diajukan secara tertulis  oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 bulan sebelum berakhir jangka waktu perlindungan merek terdaftar tersebut.
Permohonan perpanjangan disetujui:
1.      Bila merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang/jasa sebagaimana yang disebut pada merek tersebut.
2.      Barang atau jasa dari merek tersebut masih diproduksi dan diperdagangkan.
Perpanjangan ditolak:
1.   Permohonan ditolak apabila permohonan perpanjangan di ajukan kurang dari 12 bulan dari masa berakhirnya perlindungan hukum merek tersebut.
2.   Apabila mempunyai persamaan pada pokok atau merek terkenal milik orang lain.
I.       Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek
         Penghapusan pendaftaran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan atas prakarsa direktorat jendral berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan.
Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa direktorat jenderal dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alas an yang dapat diterima oleh direktorat jenderal.
2.      Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang terdaftar.
Dengan demikian, penghapusan pandaftaran merek dicatat dalam daftar umum dan diumumkan dalam berita resmi merek.Penghapusan merek dan merek kolektif berdasarkan alasan diatas dapat diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada pengadilan niaga dan setiap putusan pengadilan niaga hanya dapat diajukan kasasi.
J.      Penyelesaian Sengketa
         Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai parsamaan pada pokoknya atau keseluruhnya untuk barang atau jasa yang sejenis, berupa
1.      Gugatan ganti rugi, dan/atau
2.      Perhentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana di atas maka para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
Setiap tindak pidana terhadap merek merupakan delik aduan yang dikarenakan sanksi pidana kurngan/penjara dan denda.

Sumber:






















 
Copyright © RPPB61294